Wednesday, May 7, 2008

Kekuatan dan Keajaiban Doa


Dalam satu kesempatan kawan saya ini bercerita bahwa ia telah beberapa kali berhasil mencapai goal-nya (tujuan) tanpa harus berdoa seperti orang pada umumnya. Saya lalu menggali lebih lanjut dan bertanya, Kalau tidak berdoa, seperti kebanyakan orang, lalu apa yang kamu lakukan?

Ya itu... saya juga bingung. Saya hanya punya keinginan atau harapan saja. Nggak pernah berdoa sampai minta-minta banget sama Allah. Misalnya saat saya ingin pindah dari Jakarta ke Semarang. Saya lalu menyampaikan hal ini ke pimpinan saya. Permintaan saya disetujui. Namun setelah saya pikir-pikir lagi, akan jauh lebih baik, melihat peluang pasar yang ada, kalau saya pindah ke Surabaya. Nah, pas hari H saya mau pindah, eh.. pimpinan saya malah memindahkan saya ke Surabaya. Padahal saya nggak pernah ngomong kalau mau ke Surabaya karena saya merasa sungkan. Lha, permintaan saya kan ke Semarang, jelasnya.

Kawan saya lalu menceritakan beberapa kejadian lain yang ia alami yang tampaknya bersifat kebetulan saja. Apa yang ia harapkan ternyata benar-benar terjadi. Dan ini ia dapatkan dengan mudah.

Nah, sebelum saya bercerita lebih jauh saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada anda, Apakah anda rajin berdoa? Apakah doa yang anda panjatkan kepada Allah, Sang Maha Pencipta, sering, jarang, atau malah nggak pernah terkabul? Pernahkah anda bertemu dengan kawan anda (orang lain) yang jarang berdoa namun kualitas hidupnya jauh lebih baik dari Anda? Allah ini benar-benar adil atau nggak, sih?

Saya percaya 1.000% bahwa Allah, Sang Maha Pencipta bersifat adil seadil-adilnya. Hal ini saya Imani dan saya Amini dengan sepenuh hati. Sama sekali tidak ada keraguan dalam hati saya mengenai hal ini. Bagaimana dengan Anda?

Namun, mengapa ada banyak doa yang tidak mendapat jawaban? Mengapa ada orang yang tampaknya nggak spiritual” tapi kok ya hidupnya jauh lebih baik dari orang yang mengaku spiritual?

Dulu, pertanyaan yang sama sangat mengganggu pikiran saya. Saya berusaha mencari jawabannya. Dan, setelah mencari cukup lama saya akhirnya sampai pada satu kesimpulan, yang menurut saya pribadi, merupakan kunci bagi doa yang cespleng.

Saya berangkat dengan satu keyakinan bahwa Allah bersifat adil (Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) dan akan selalu menjawab setiap doa kita, seperti yang tertulis di Al Quran, Ketuklah maka pintu akan dibukakan”, Mintalah kepadaKU niscaya akan Aku berikan”.

Pertanyaannya adalah Pintu” mana yang harus kita ketuk dan bagaimana cara kita memintanya (baca: berdoa) dengan benar?

Pintu memang harus diketuk dan dibuka. Pintu yang dimaksud di sini adalah “Pintu Hati (Nurani)” kita. Dan yang harus mengetuk dan membukanya adalah kita sendiri. Pintu hati dibuka dari dalam, oleh diri kita sendiri, bukan oleh orang lain dari sebelah luar. Banyak orang yang salah mengartikan Ketuklah maka pintu akan dibukakan dengan berharap bahwa akan ada “Seseorang yang akan membukakan pintu itu bagi mereka. Lebih parah lagi kalau kita sampai berpikir bahwa adalah tugas orang lain untuk mengetuk pintu hati kita.

Lalu, bagaimana dengan pernyataan Mintalah kepadaKU niscaya akan Aku berikan”? Saya melihat banyak yang salah mengartikan pernyataan ini. Benar kita bisa atau boleh berdoa dan memohon/meminta kepada Allah Yang Kuasa. Namun mengapa seringkali doa kita tidak terjawab? Pasti ada yang kurang pas atau salah dengan cara kita meminta, kan?

Ada Dua Tahap yang harus diperhatikan agar doa kita bisa benar-benar cespleng. Bicara mengenai doa sebenarnya bukan hanya menyangkut apa yang kita Panjatkan atau Ucapkan. Bila kita berdoa, yang paling berpengaruh, saya ulangi dan tekankan, yang paling berpengaruh, adalah Suasana Hati atau Perasaan kita, bukan kata-kata yang kita susun dengan sedemikian indah seperti syair. Doa masuk dalam ranah rasa/afeksi (dimensi rasa) bukan semata-mata urusan kognisi.

Langkah pertama, sebelum kita bisa berdoa dengan baik, benar, dan tulus adalah dengan membersihkan Hati dan Pikiran kita dari muatan-muatan emosi negatif. Bagaimana caranya? Dengan membuka Pintu Maaf selebar-lebarnya. Dengan Memaafkan.

Memaafkan mengandung makna kita melepas semua beban pikiran, semua luka batin atau pengalaman traumatik dari masa lalu, semua perasaan diri kotor dan tidak berharga, ketakutan, iri-dengki, kemarahan, dan berbagai emosi negatif lainnya.

Setelah kita mampu memaafkan barulah kita melanjutkan ke Langkah kedua yaitu kita Harus Yakin dan Percaya bahwa Allah Sang Maha Pencipta telah menyediakan apapun yang kita perlukan (menyediakan Rizki), dan saat ini kita telah mendapatkannya. Jadi, ini sebenarnya sama seperti saat kita melakukan afirmasi (sugesti diri) atau visualisasi. Yakinlah kalau apa yang kita impikan atau inginkan sudah berhasil kita raih. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Kapan doa kita diwujudkan dan Terwujud? Nah, kalau yang ini urusan Allah. Semua butuh proses. Kita nggak bisa main paksa. Semua ada waktunya. Intinya, kita perlu mengembangkan perasaan yakin, syukur, & pasrah bahwa semua hal yg baik akan terjadi dalam hidup kita. Berprasangka yang baik.

Apa dan siapa saja yang perlu kita maafkan?

Pertama kita harus memaafkan diri kita sendiri. Seringkali orang tidak bisa berdamai dengan diri mereka sendiri. Untuk itu, sebagai langkah awal, maafkanlah diri Anda sendiri. Terima, syukuri keadaan Anda, dan cintailah diri Anda apa adanya. Seringkali yang menghambat diri kita adalah perasaan bersalah, kesedihan mendalam, kekecewaan, kemarahan, sakit hati, dendam, takut, iri, dengki, frustrasi, dan stres. Sadarilah bahwa diri Anda yang sekarang adalah hasil dari proses perjalanan hidup sebelumnya. Jadi, diri Anda di masa depan akan ditentukan oleh apa yang Anda lakukan saat ini. Apa yang Anda kerjakan sekarang. Semua bisa dan akan berubah menjadi lebih baik.

Kedua, kita harus bisa memaafkan orang lain yang pernah menyakiti” kita. Kata “menyakiti” ditulis dalam tanda kutip karena sering kali yang terjadi adalah kita salah memberikan makna atas apa yang kita alami. Dengan kata lain seringkali apa yang kita alami sebenarnya bukanlah sesuatu yang menyakitkan. Peristiwa itu menjadi menyakitkan” karena pikiran kita salah dalam memberikan makna dan mengakibatkan munculnya emosi negatif terhadap peristiwa itu. Nah, yang menyakitkan adalah emosi negatif yang terus kita rasakan karena kita melekat pada perasaan itu.

Setelah memaafkan orang lain kita perlu Memaafkan Masa Lalu kita. Apapun kejadian, peristiwa, situasi, atau apa saja yang pernah kita alami di masa lalu, yang kita rasa menyakiti hati kita, perlu kita maafkan dan lupakan. Ikhlaskan saja karena semua sudah terjadi dan tidak mungkin ada yang bisa diubah lagi.

Terakhir, kita perlu Memaafkan Allah. Anda mungkin berpikir, Lha, saya ini siapa? Kok bisa-bisanya saya perlu memaafkan Allah. Apa dipikir saya ini lebih hebat, lebih berkuasa dari Allah?

Jangan salah paham. Kita tidak ada apa-apanya dibanding dengan Allah. Memaafkan Allah maksudnya adalah kita perlu melepas (istilah teknisnya release) emosi dan pemikiran negatif mengenai Allah. Seringkali baik secara sadar maupun tidak sadar kita marah, kecewa, sakit hati, dan jengkel sama Allah. Memang, kita nggak berani mengungkapkan perasaan ini secara terbuka karena takut dosa. Namun ketidakpuasan kita terhadap Allah tampak dalam kalimat “Nasib saya kok seperti ini ya?”, “Ya, memang sudah takdir saya seperti ini”, “Hidup adalah penderitaan”, “Kemalangan dan kepahitan hidup ini adalah cobaan dari Allah”, dan masih banyak ungkapan “Negatif” lainnya.

Ketidakpuasan kita terhadap Allah juga tampak dalam sikap kita yang tidak bersyukur dan berterima kasih, kepada Allah, untuk keadaan dan keberadaan kita. Secara tidak sadar kita sering membandingkan keadaan kita dengan orang lain. Celakanya, saat membandingkan diri kita dengan orang lain, yang selalu kita bandingkan adalah Kekurangan kita dengan Kelebihan orang lain. Kalau sudah seperti ini, suka atau tidak, mau jujur atau tidak, pasti muncul perasaan tidak senang di hati kita karena melihat keadaan orang lain lebih baik dari keadaan kita. Biasanya yang muncul adalah perasaan iri dan dengki. Iri artinya kita susah lihat orang lain senang. Sedangkan dengki artinya kita senang lihat orang lain susah.

Nah, setelah kita bisa memaafkan dengan tulus, apa langkah selanjutnya? Langkah selanjutnya ya berdoa. Cuma kali ini saya minta Anda menggunakan segenap perasaan Anda, sudah tentu perasaan positif, satukan Hati Lisan Pikiran, timbulkan rasa syukur, terima kasih, dan pasrah dan juga ekstra hati-hati dalam memilih kata yang Anda ucapkan saat berkomunikasi (baca: doa) dengan Allah.

Seringkali saya menemukan orang menggunakan kesempatan indah ini, saat berkomunikasi dengan Allah, untuk mengutuk orang lain atau justru meminta Allah untuk menghukum orang yang tidak mereka senangi.

Biasanya mereka akan berkata, Saya doakan agar nanti kamu celaka. Biarlah Allah yang membalas semua kejahatanmu. Saya nggak bisa membalas kamu... ya nggak apa-apa. Allah punya mata dan telinga. Allah maha adil dan pasti akan membalaskan semua perbuatanmu”. Ini semua nggak benar. Lha, masa Allah diajak kerja sama untuk melakukan hal-hal yang negatif?

Akan sangat berbeda bila kita justru memaafkan dan mendoakan kebahagiaan orang yang telah menyakiti kita. Bila kita mampu melakukan hal ini dengan tulus maka efeknya terhadap hidup kita akan sangat dahsyat dan positif. Anda nggak percaya? Silakan coba sendiri.

Saya juga sering mengamati, mencermati, dan menganalisis kata-kata yang diucapkan orang saat mereka berdoa. Kalau Doa kita samakan dengan Afirmasi (sugesti diri) maka sudah tentu kita hanya boleh mengucapkan hal-hal positif yang dilandasi oleh perasaan atau emosi positif dan konstruktif. Afirmasi yang menggunakan kata-kata negatif dan diperkuat dengan emosi negatif dijamin nggak akan bisa jalan. Malah kita yang akan mendapatkan hal-hal negatif yang kita afirmasikan. Hal ini sejalan dengan Hukum Sebab Akibat atau Hukum Tabur Tuai. Apa pun yang kita tabur, melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan kita akan kembali pada kita.

Coba Anda perhatikan doa yang biasa diucapkan oleh kebanyakan orang. Mereka seringkali mohon pada Sang Pencipta agar mereka tidak susah”, “tidak menderita”, “tidak sakit”, “tidak miskin”, “anaknya tidak nakal”, “usahanya tidak mengalami hambatan”, “terhindar dari cobaan”, dan masih banyak “Afirmasi negatif/Doa” lainnya.

Bukankah akan jauh lebih indah, powerful, dan positif bila kalimat yang sama kita ungkapkan” menjadi “bahagia, “senang”, “sehat”, “kaya dan makmur”, “anaknya baik dan penurut”, “Soleh dan Soleha”, “usaha lancar dan untung”, “hidup lancar” , “aman dan tentram”, dan sebagainya.

Gunakan kalimat-kalimat Doa / Afirmasi yang bernuansa Positif untuk Tujuan yang Positif.

Bila kita hubungkan dengan level energi, seperti yang saya jelaskan pada Teknologi Pikiran Quantum NurSyifa’ sebelumnya, maka “Energi Psikis Sebagai Akselerator Keberhasilan”, dalam hal ini tampak dengan sangat jelas bahwa emosi-emosi negatif seperti rasa malu, rasa bersalah, kesedihan mendalam, takut, dan marah membuat kita semakin jauh dari pencerahan spiritual.

Nah, kembali pada cerita kawan saya di atas, ternyata setelah berdiskusi cukup lama saya akhirnya mendapatkan kunci keberhasilannya. Saya tahu mengapa ia dapat dengan sangat mudah mencapai apa yang ia inginkan walaupun seakan-akan ia tidak pernah memintanya melalui doa.

Lalu apa Rahasianya? Ternyata kawan saya ini bercerita bahwa ia telah berhasil mengendalikan emosi marahnya. Sudah 10 tahun ia tidak pernah marah saat berada di kantor. Dengan kemampuan pengendalian diri dan level kesadaran sebaik ini efeknya tentu sangat luar biasa. Saya bisa merasakan aura yang bersih dan level serta vibrasi medan energi tubuh yang kuat dan menenangkan. Kondisi ini berpengaruh sangat positif pada suasana kerja di kantornya. Berpengaruh dengan orang-orang yang berada disekelilingnya……orang yang berada di dekatnya….berpengaruh kepada semuanya….

Kondisi ini sudah tentu sangat mempengaruhi pikirannya, khususnya pikiran bawah sadarnya. Mengapa saya menyinggung pikiran bawah sadar? Karena semua emosi letaknya di pikiran bawah sadar. Dan doa yang paling cespleng adalah doa (baca: afirmasi) yang selalu diucapkan oleh pikiran bawah sadar. (*kita bisa lakukan dengan metode Pikiran Quantum NurSyifa’).

Untuk mudahnya begini. Emosi atau perasaan yang kita rasakan dan apa yang kita ucapkan saat berdoa, dalam kondisi pikiran sadar, jika tidak sinkron (sesuai dan sejalan) dengan pikiran bawah sadar, tidak akan bisa terkabul.

Hal yang sama juga dialami oleh seorang kawan, yang kebetulan seorang pengusaha sukses di bidang budi daya burung walet. Kawan saya ini merasa hidupnya sangat mudah dan lancar. Mengutip apa yang ia katakan, Allah itu sangat bermurah hati pada saya. Hidup saya lancar, makmur, dan bahagia. Apa yang saya harapkan selalu terkabul. Allah berikan…..Bahkan saat saya nggak mintapun tetap Allah kasih”.

Allah berada di dalam Prasangka hambaNya……bila kita berprasangka yang Baik maka akan banyak Kebaikan yang kita peroleh, tapi begitu juga sebaliknya bila kita berprasangka yang Buruk maka akan Cuma Keburukan saja yang kita dapat dan terima dalam kehidupan ini.

Saya ingin mengakhiri artikel ini dengan mengajak Anda merenung. Pembaca, pernahkah terpikir oleh Anda bahwa doa yang paling tulus, yang bisa kita panjatkan pada Sang Hidup, adalah bagaimana menjalani hidup kita. Benar, hidup kita adalah doa kita yang paling khusyuk. Kualitas hidup kita mencerminkan kualitas doa kita. Bagaimana kita Bertindak Berucap Berbuat Berpikir dalam menjalani Aktivitas keseharian kita……..Menjalani Hidup Penuh Arti Penuh Manfaat Penuh Makna….Tiada waktu yang terbuang dengan Percuma…semua untuk Beribadah pada Allah.

Penting

Dalam melakukan berbagai proses Doa/Afirmasi Diri, kita harus meningkatkan kepasrahan, berserah diri, menyatukan Hati Lisan Pikiran, Libatkan Panca Indra + Emosi yang Positif, Perbanyak Zikir agar selalu terhubung dgn Allah, Yang Maha Kuasa. Yakini dengan apa yang Anda lakukan………..Kristalisasikan Energi Doa-nya dengan banyak Bersyukur….

“Aku selalu menuruti sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku selalu menyertainya ketika ia berzikir kepada-Ku. Dan jika ia ingat kepada-Ku di dalam jiwanya, maka Akupun mengingatnya di dalam Zat-Ku. Dan jika ia ingat kepadaku ditempat ramai, Akupun mengingatnya ditempat ramai yang lebih baik daripadanya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku pun mendekat kepadanya sehasta, jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku pun ingat kepadanya satu depa. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku pun akan datang kepadanya dengan berlari cepat”

Rasa dekat kepada Allah tidak dapat terwujud dengan seketika, tetapi terjadi melalui proses kesungguhan hati yang panjang. Banyak jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Adapun jalan yang terbaik yaitu dengan selalu taat mematuhi aturan mainya-Nya, dimana berzikir termasuk salah satu diantaranya.

1 comment:

Nonny said...

Amin Ya Allah...
bagus sekali postingan nya,telah membuat hati saya semakin terbuka..